SUMMARY
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 menjadi titik awal pemberlakukan diterapkannya mengenai batas usia perkawinan seseorang yang telah dianggap dewasa dan mampu untuk membina rumah tangga yang diharapkan dapat membentuk keluarga yang sakinah, mawadah dan rahmah hal tersebut dapat terwujud apabila kematangan seseorang baik secara usia, pendidikan serta psikologi telah mencapai batas mnimal perkembangannya pada usia 19 tahun. Namun dalam faktanya ternyata pasca perubahan Undang-Undang perkawinan ini perkara permohonan Dispensasi Kawin yang diterima di Pengadilan Agama Nganjuk mengalami peningkatan yang cukup siginifakan mencapai 437%. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana efektivitas pelaksanaan pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang batas usia Pernikahan di Pengadilan Agama Nganjuk dan menganalisa faktor yang mempengaruhi efektivitas pelaksanaan pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang batas usia Pernikahan di Pengadilan Agama Nganjuk. Rumusan masalah tersebut dikaji secara mendalam melalui jenis penelitian hukum empiris atau sosial legal research atau penelitian sosiologi hukum. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pengadilan Agama Nganjuk telah menerapkan Undang-Undang ini secara menyeluruh namun belum efektif dalam pelaksanaanya yang disebabkan belum adanya pemahaman serta kesadaran masyarakat terhadap pemberlakukan Undang-Undang tersebut serta belum memahami resiko perkawinan yang dilakukan di bawah umur serta diengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pemahaman agama yang belum kuat, moralitas, adat/budaya, tingkat pendidikan, informasi yang belum menyeluruh terhadap masyarakat luas serta masalah kemiskinan sehingga mempengaruhi pertimbangan hukum (legal reasoning) yang dilakukan oleh Hakim untuk mengabulkan permohonan Dispensasi Kawin.