ARTICLE
TITLE

MELACAK JAKARTA DARI 1950-AN SAMPAI DENGAN 1970-AN DALAM KARYA SASTRA DOI : 10.26499/loa.v16i1.3562

SUMMARY

AbstrakArtikel ini ditulis dengan tujuan melakukan pelacakan wilayah Jakarta dalam karya Bukan Pasar Malam, Keajaiban di Pasar Senen, Matias Akankari, dan Ali Topan Anak Jalanan. Pelacakan wilayah di dalam karya sastra ini menjadi penting untuk melengkapi pembuatan peta yang dilakukan oleh kartograf. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Teori yang digunakan adalah sosiologi sastra dan kartografi. Hasil penelitian yang didapatkan adalah wilayah-wilayah yang digambarkan dalam 4 karya sastra yang dibahas pada tahun 1950-an sampai 1960-an adalah wilayah Jakarta Pusat. Wilayah ini digambarkan sebagai sebuah tempat yang padat penduduknya, juga pusat peradaban atau pusat kebudayaan, secara khusus Pasar Senen. Jakarta pada masa itu merupakan kota yang ramai dan sudah penuh dengan debu, tetapi masih dikelilingi oleh dusun dan wilayah persawahan. Pada tahun 1970-an kondisi Jakarta sudah mulai berubah. Kota satelit Kebayoran Baru dikenal sebagai wilayah orang “gedongan”. Beberapa tempat wisata juga sudah ada yakni Bina Ria dan Taman Ria Senayan. Namun, ada yang menarik sejak tahun 1950-an sampai 1970-an kehidupan malam di kota Jakarta sudah ramai.Kata kunci: Jakarta, Kartografi, Jakarta Pusat, Kebayoran Baru AbstractIt aims to track literary works of Bukan Pasar Malam, Keajaiban di Pasar Senen, Matias Akankari, And Ali Topan Anak Jalanan in Jakarta. This tracing is important in order to complete the map-making by cartographers. It is qualitative research. The theories used are sociology of literature and cartography. The result reveals that Central Jakarta was the areas described in those four literary works in the 1950s to the 1960s. It was described as a densely populated place, as well as a center of civilization or cultural center, especially Pasar Senen. Jakarta at that time was a busy city and full of dust, but it was still surrounded by villages and rice fields. In the 1970s Jakarta had begun to change. The satellite city of Kebayoran Baru was known as the area of “gedongan” people. There were several tourist attractions, namely Bina Ria and Taman Ria Senayan. There was an interesting fact about the busy night life in Jakarta since the 1950s to the 1970s.Keywords: Jakarta, cartography, Central Jakarta, Kebayoran Baru.

 Articles related

Kurnia Jayanti    

AbstrakTulisan ini menganalisis konflik vertikal antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan pemerintahan pusat pada masa orde baru hingga masa reformasi (1976-2005). Skripsi ini menjawab beberapa pertanyaan berikut: bagaimana sejarah  Gerakan Aceh Mer... see more

Revista: Buletin Al-Turas

Hadi Nugroho, Endry Boeriswati, Reni Nur Eriyani    

This study aims to see the effect of visualization strategies on writing explanatory text skill on VIIIth grade students of SMP Muhammadiyah 3 Jakarta. The method used in this study was an experimental method with a control group pre-post test design. T-... see more


Ilyas Ilyas    

The state constitution is the guideline governing the life of the nation and state. Pancasila and the 1945 Constitution as the basis of the Indonesian state are not something given. Its formulation needed long stages, tough debates, and grueling trial pr... see more

Revista: Buletin Al-Turas

Nuryani Nuryani,Ahmad Bahtiar    

Permasalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimana peran MKWU Bahasa Indonesia dalam memperkuat identitas dan rasa nasionalisme mahasiswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peran Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU) Bahasa Indonesia di UIN ... see more

Revista: KEMBARA

Annisa Elfiana,Muhammad Farkhan    

Penelitian ini bertujuan untuk menggali informasi mengenai koherensi, jenis-jenis koherensi, dan piranti koherensi dalam wacana editorial online berbahasa Inggris Shifting to Digital yang terbit pada surat kabar The Jakarta Post pada tanggal 1 November 2... see more

Revista: Buletin Al-Turas