SUMMARY
Kajian ini bertujuan mengungkap dan menjelaskan dinamika budaya politik Kerajaan Bone. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode sejarah, yang menjelaskan suatu persoalan berdasarkan perspektif sejarah melalui tahapan heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Hasil kajian menunjukkan bahwa dalam penyelenggaraan politik pemerintahan Kerajaan Bone tidak didasarkan pada kekuasaan raja yang absolut. Kekuasaan dan kedudukan penguasa diatur berdasarkan pada kontrak pemerintahan antara raja dan rakyat, sehingga kekuasaannya tidak tak terbatas. Selain itu, budaya politik Kerajaan Bone juga berlandaskan pada nilai-nilai dasar budaya Bugis, seperti ada tongeng, lempuk, getteng, sipakatau, dan meppesona ri dewata seuwae juga berpegang teguh pada nilai-nilai demokrasi, bahwa batal ketetapan raja, tidak batal ketetapan adat, batal ketetapan adat, tidak batal ketetapan kaum, batal ketetapan kaum, tidak batal ketetapan rakyat. Namun ketika pemerintah kolonial melakukan intervensi, bahwa setiap pengangkatan seorang raja harus mendapat pengesahan dari pemerintah Hindia Belanda, sehingga panngadereng yang mengatur norma-norma kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan mengalami disfungsi, tertelebih setelah lembaga-lembaga ketatanegaraan kerajaan dihapuskan.