ARTICLE
TITLE

Tradisi Anjala Ombong masyarakat Selayar dalam perspektif geografi

SUMMARY

This research aims to uncover the relationship between Anjala Ombong Tradition and Selayar community in a geographical perspective. This study uses a qualitative design with a geographical approach. Data collected by using in–depth interview, field observation and documentation. Data were analyzed by using spatial approach, ecological approach, and regional complex approach. The results of this research show that the spatial perspective of Anjala Ombong tradition is the typical conditions of Sangkulu–Kulu River Estuary, that is: the water conditions including salinity (22%), current strength of water (0.071 m/s), water depth (1–1.2 m), and surface temperature (28oC) at July–August, the conditions are suitable for the environment of juku 'lompa. Ecological perspectives in the Anjala Ombong tradition appear in human interaction with the environment, namely the prohibition of fishing, catching juku lompa rollers, the installation of uhara, violations of the restrictions in tradition, and restrictions on fishing time. The regional–complex perspective of Anjala Ombong tradition can be seen by areal differentiation that creates interaction between one region and another, namely: the migration of juku  lompa from Komba Beach headed for the Sangkulu–Kulu River Estuary and the change in the time of the tradition due to external factors.Penelitian ini bertujuan mengungkap keterkaitan antara tradisi Anjala Ombong dengan masyarakat Selayar dalam perspektif geografi yang akan diungkap melalui analisis menggunakan pendekatan keruangan, pendekatan ekologis, dan pendekatan kompleks wilayah. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perspektif keruangan dalam tradisi Anjala Ombong tampak pada kekhasan ruang yang dimiliki Muara Sungai Sangkulu–kulu yaitu pada kondisi perairannya meliputi salinitas (22%), kecepatan arus (0,071 m/s), kedalaman perairan (1–1,2 m), dan suhu permukaan (28oC) yang pada bulan Juli–Agustus memiliki kondisi yang sesuai dengan lingkungan hidup juku’ lompa. Perspektif ekologis dalam tradisi Anjala Ombong tampak pada interaksi manusia dengan lingkungannya yaitu larangan menangkap ikan, penangkapan juku’ lompa beramai–ramai, pemasangan uhara, adanya pelanggaran terhadap larangan–larangan dalam tradisi, dan pembatasan waktu penangkapan ikan. Perspektif kompleks–wilayah dalam tradisi Anjala Ombong tampak pada adanya areal differentiation yang menciptakan interaksi antara wilayah yang satu dengan wilayah lainnya yaitu migrasi juku’ lompa dari Pantai Komba menuju Muara Sungai Sangkulu–kulu dan adanya perubahan waktu pelaksanaan tradisi karena adanya faktor dari luar.