Review: Konservasi Keanekaragaman Hayati Melalui Tanaman Obat Dalam Hutan Di Indonesia Dengan Teknologi Farmasi: Potensi dan Tantangan

Authors

  • Ardiyanto W Nugroho

DOI:

https://doi.org/10.25026/jsk.v1i7.71

Keywords:

konservasi, keanekaragaman hayati, farmasi, tanaman obat

Abstract

Keanekaragaman hayati yang terdapat di hutan Indonesia termasuk yang paling tinggi di dunia. Meskipun demikian, program konservasi di Indonesia dirasakan belum optimal karena berbagai masalah seperti pembalakan liar, alih fungsi lahan dan kebakaran hutan. Salah satu upaya potensial yang bisa ditempuh untuk konservasi sumberdaya hayati adalah melalui aplikasi teknologi farmasi. Hal ini karena teknologi farmasi akan mendorong upaya pemanfaatan sumberdaya hutan, salah satunya tumbuhan obat, sehingga kebermanfaatan sumberdaya tersebut diketahui oleh masyarakat luas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi dan tantangan penggunaan teknologi farmasi untuk konservasi keanekaragaman hayati. Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan data statistik kehutanan dari Kementerian Kehutanan untuk mengetahui potensi sumberdaya hayati dalam hutan Indonesia. Selain itu, analisis literatur secara kritis juga dilakukan untuk mengetahui potensi pemanfaatan keanekaragaman hayati dalam bidang farmasi. Selain itu, analisis isi juga dilakukan untuk menganalisis beberapa peraturan yang berhubungan dengan upaya pemanfaatan sumberdaya tersebut. Hasil penelitian menyebutkan bahwa luas kawasan hutan konservasi di negara ini adalah 27.4 juta ha, yang terdiri dari 50 taman nasional, 250 cagar alam, 75 suaka margasatwa, 115 taman wisata alam, 23 taman hutan raya dan 13 taman buru serta kawasan perairan laut. Selain itu, berbagai jenis tumbuhan obat tradisional sebenarnya telah lama dimanfaatkan oleh penduduk Indonesia yang tinggal disekitar maupun di pedalaman hutan. Selain itu, beberapa peraturan telah menyatakan komitmen pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memanfaatkan kawasan hutan untuk kepentingan farmasi, seperti Peraturan Pemerintah No 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan, Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar dan Undang Undang No 11 tahun 2013 tentang Protokol Nagoya. Sedangkan, strategi untuk meningkatkan upaya konservasi melalui teknologi farmasi adalah mensinkronkan penelitian etnobotani kehutanan dengan teknologi farmasi, kerjasama dengan luar negeri, dan melalui pendidikan dan pelatihan.

References

[1]. Abdiyani, S. 2016. Keanekaragaman jenis tumbuhan bawah berkhasiat obat di dataran tinggi Dieng. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 5, 79-92.

[2]. Campbell, L. M. 2002. Conservation narratives in Costa Rica: conflict and co?existence. Development and Change, 33, 29-56.

[3]. Dewoto, H. R. 2007. Pengembangan obat tradisional Indonesia menjadi fitofarmaka. Majalah Kedokteran Indonesia, 57, 205-211.

[4]. Galingging, R. Y. 2007. Potensi plasma nutfah tanaman obat sebagai sumber biofarmaka di Kalimantan Tengah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 10, 76-83.

[5]. Herdiani, E. 2012. Potensi Tanaman Obat Indonesia [Online]. Indonesia: BBPP Lembang. Available: http://www.bbpp-lembang.info/index.php/arsip/artikel/artikel-pertanian/585-potensi-tanaman-obat-indonesia [Accessed 10 April 2017].

[6]. Hidayat, D. & Hardiansyah, G. 2013. Studi keanekaragaman jenis tumbuhan obat di kawasan IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma camp Tontang Kabupaten Sintang.

[7]. Kementerian Perdagangan 2014. Obat Herbal Tradisional. Warta Ekspor. Jakarta: Ditjen PEN.

[8]. Kementerian perindustrian. 2016. Industri Herbal Indonesia Berprospek Cerah [Online]. Jakarta: Kementerian Perindustrian. Available: http://www.kemenperin.go.id/artikel/3109/Industri-Herbal-Indonesia-Berprospek-Cerah [Accessed 10 April 2017].

[9]. Margono, B. A., Potapov, P. V., Turubanova, S., Stolle, F. & Hansen, M. C. 2014. Primary forest cover loss in Indonesia over 2000-2012. Nature Climate Change, 4, 730-735.

[10]. Ministry Of Environment And Forestry 2015. Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2014 (Statistics of Ministry of Environment and Forestry 2014). Yearly. December 2015 ed. Jakarta, Indonesia: Ministry of Environment and Forestry.

[11]. Rahayu, M., Sunarti, S., Sulistiarini, D. & Prawiroatmodjo, S. 2006. Pemanfaatan tumbuhan obat secara tradisional oleh masyarakat lokal di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. Biodiversitas, 7, 245-250.

[12]. Rahayu, M., Susiarti, S. & Purwanto, Y. 2007. Kajian pemanfaatan tumbuhan hutan non kayu oleh masyarakat lokal di kawasan konservasi PT. Wira Karya Sakti Sungai Tapa-Jambi. Jurnal Biodiversitas, 8, 73-78.

[13]. Setyowati, F. M. 2010. Etnofarmakologi dan pemakaian tanaman obat suku dayak tunjung di Kalimantan Timur. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 20.

[14]. Zuhud, E. A. 2009. Potensi hutan tropika Indonesia sebagai penyangga bahan obat alam untuk kesehatan bangsa. Jurnal Bahan Alam Indonesia, 6, 227-232.

Downloads

Published

2017-06-30

How to Cite

Nugroho, A. W. (2017). Review: Konservasi Keanekaragaman Hayati Melalui Tanaman Obat Dalam Hutan Di Indonesia Dengan Teknologi Farmasi: Potensi dan Tantangan. Jurnal Sains Dan Kesehatan, 1(7), 377–383. https://doi.org/10.25026/jsk.v1i7.71