ARTICLE
TITLE

Pola Nama pada Masyarakat Baduy DOI : 10.26499/rnh.v9i2.2939

SUMMARY

The giving of people's names is a universal phenomenon. However, every society has its own convention. The Baduy community as Sundanese indigenous people are unique in terms of giving names. The life of the Baduy community has recently begun to open up. This condition of course affects the joints of socio-cultural life, including the naming of names. The Baduy millennials, especially the Outer Baduy, for example, are more proud to have a name they consider modern so that some of them have nicknames that are far different from their real names. Of course this is a concern if left unchecked. This study examines the pattern of naming the Baduy community that has been going on for a long time. The aim is to describe the convention of naming patterns as the identity of the Baduy community. The data studied came from ten Outer Baduy villages by using the Family Card (KK) data in the Kenekes Village Office archive. Furthermore, the list of names contained in the KK was processed using the Microsoft Excel program through gender classification, age range, and name standard patterns. The results showed that the naming pattern of the Baduy community was that the names of girls took part, especially the initial syllable, from the father's name, while the names of boys took part of the mother's name. This is related to the philosophical values that protect each other between children and parents. AbstrakPemberian nama orang merupakan gejala yang universal. Namun, setiap masyarakat memiliki konvensinya masing-masing. Masyarakat Baduy sebagai indigenous people Sunda memiliki keunikan dalam hal pemberian nama. Kehidupan masyarakat Baduy akhir-akhir ini mulai terbuka. Kondisi ini tentu saja memengaruhi sendi-sendi kehidupan sosial-budayanya, tidak terkecuali dengan pemberian nama. Kaum milineal Baduy, terutama Baduy Luar, misalnya, lebih bangga memiliki nama yang dianggapnya modern sehingga sebagian dari mereka memiliki nama panggilan yang jauh berbeda dari nama aslinya. Tentu hal ini menjadi sebuah kekhawatiran apabila dibiarkan. Penelitian ini mengkaji pola pemberian nama masyarakat Baduy yang sudah berlangsung sejak lama. Tujuannya adalah mendeskripsikan konvensi pola-pola penamaan sebagai identitas masyarakat Baduy. Data yang dikaji berasal dari sepuluh kampung Baduy Luar dengan memanfaatkan data Kartu Keluarga (KK) yang ada di arsip Kantor Desa Kenekes. Selanjutnya, daftar nama yang terdapat pada KK diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel melalui klasifikasi jenis kelamin, rentang usia, dan pola kakonis nama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola penamaan masyarakat Baduy adalah nama anak perempuan mengambil sebagian, terutama suku kata awal, dari nama ayah, sedangkan nama anak laki-laki mengambil sebagian dari nama ibu. Hal ini berkaitan dengan nilai filosofis yang saling melindungi antara anak dan orang tua.

 Articles related

Sufi Anugrah,Rona Almos,Reniwati Reniwati    

Artikel ini adalah hasil penelitian klasifikasi terhadap bentuk dan makna leksikon nama-namagerak SilatPauhdiKotaPadang. Teori yang digunakan antropolinguistik. Adapun metodedanteknikpenyediaandatayang digunakan dalampenelitianiniialah metodecakapdengant... see more


Jerniati Indra| View(s): 108x    

Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan kompositum idiomatis bahasa Mandar. Tulisan ini menggunakan teori morfologi struktural dengan metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data: observasi,pencatatan, dan retrospeksi. Hasil kajian menunjukk... see more

Revista: Kandai

Muhamad Fadzllah Zaini,Anida Sarudin,Mazura Mastura Muhammad,Siti Saniah Abu Bakar    

Metafora Linguistik atau Ekspresi Metafora atau Leksikal Metafora (Metaphorically Used Word (MUW)) merupakan bentuk perbahasan yang dikemukakan oleh Semino (2008) bagi meneliti secara eksplisit dan sistematik metafora dalam sesebuah wacana. Artikel ini b... see more


Emil Septia 10.26499/salingka.v12i02.194 Abstract views: 1508    

Abstract“The story of the Prophet Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam traded to Sham state and his marriage with Siti Khadijah” was written in Arabic-Malay script with writing pattern that is not considered to be prevalent in the present. This story te... see more

Revista: SALINGKA

Taufik Setyadi Aras| View(s): 1098x    

Identity of Indonesia as agrarian country begins fading. A lot of the traditional farmers change their job to industrial sectors then impacting on behavior patterns of society to the environment and reducing the knowledge and skills in the traditional fa... see more